Ageng, pegiat Gemawan, menjelaskan bahwa tujuan utama dari pelatihan ini adalah memberikan ruang kepada perempuan adat untuk belajar dan berbagi pengalaman dalam mengorganisasi kelompok mereka serta mengelola sumber daya alam dengan cara yang menghormati nilai-nilai tradisional. "Harapannya adalah setiap desa memiliki kemandirian dalam mengorganisasi kelompoknya dan mengelola sumber daya alam sesuai dengan tradisi leluhur mereka," kata Ageng.
Masyarakat di Kecamatan Sadaniang, yang mayoritas merupakan masyarakat adat Dayak, memiliki kedekatan yang erat dengan alam. Hutan bagi mereka bukan hanya sumber kehidupan, tetapi juga tempat yang menyediakan segala kebutuhan hidup seperti air dan tanah. Ageng menambahkan bahwa melalui pelatihan ini, diharapkan bisa mengembalikan nilai-nilai tradisi yang telah mulai terlupakan dan memperkuat hubungan antar desa untuk memperjuangkan keberlanjutan tradisi adat.
Pelatihan ini juga memfokuskan pada pemberdayaan perempuan, terutama perempuan muda yang dianggap sebagai penerus generasi dan pemimpin dalam keluarga serta masyarakat. Erniliana, aktivis Institut Dayakologi, menekankan pentingnya regenerasi kepemimpinan perempuan di desa. "Perempuan yang cerdas akan menjadi ujung tombak dalam keluarga dan masyarakat, serta berperan penting dalam membangun kesejahteraan ekonomi keluarga," ujar Erniliana.
Sebagai contoh konkret, pelatihan ini juga mencakup tradisi unik yang ada di Desa Suak Barangan, yang memiliki tujuh tahapan dalam memulai pertanian, termasuk ritual pembukaan ladang dan pengelolaan tanah yang membutuhkan istirahat, sebagaimana layaknya manusia. "Nilai-nilai seperti ini yang perlu dipertahankan," tambah Ageng.
Ke depannya, diharapkan perempuan-perempuan muda yang terlibat dalam pelatihan ini akan menjadi kader-kader baru yang aktif dalam organisasi desa, pemerintahan, serta kehidupan keluarga, sehingga dapat berkontribusi pada kemajuan masyarakat secara keseluruhan. [SK]