|

Streaming Radio Suara Landak

100 Ton Tandan Buah Segar Sawit Tenggelam di Kendawangan, Walhi: Ancaman Serius Bagi Ekosistem Perairan

Tongkang bermuatan 100 ton buah kelapa sawit tenggelam di Perairan Bagan Belanda, Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Rabu (20/11/2024) siang./Suara Kalbar

Ketapang (Suara Landak) – Sebuah tongkang bermuatan 100 ton Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit terbalik di Perairan Bagan Belanda, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, akibat dihantam angin kencang. Insiden yang terjadi pada Jumat (22/11/2024) ini memicu kekhawatiran akan dampak pencemaran lingkungan di perairan sekitar.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Hendrikus Adam, menyoroti potensi kerusakan ekosistem akibat buah sawit yang tenggelam.

"Buah sawit yang tenggelam akan membusuk seiring waktu, mencemari perairan sekitar dan merusak ekosistem yang ada," ungkap Adam di Pontianak.

Ia menambahkan, kecelakaan seperti ini harus dicegah melalui pengawasan yang lebih ketat terhadap pengangkutan material, termasuk pembatasan muatan.

"Ketidakhati-hatian seperti ini berpotensi besar mencemari lingkungan. Perusahaan harus memastikan muatan tidak melebihi kapasitas, terutama jika cuaca sedang buruk," tegas Adam.

Namun, Kepala Perwakilan PT BGA Ketapang, Agus Suryadi, belum memberikan tanggapan jelas terkait tanggung jawab perusahaan atas insiden ini.

"Saya belum memahami detail kronologisnya. Nanti saya akan beri keterangan lebih lanjut," ujarnya singkat.

Sementara itu, petugas Kesyahbandaran Kendawangan, Ismunanda, mengungkapkan bahwa tongkang dan kapal penarik yang digunakan ternyata hanya diperuntukkan untuk perairan pedalaman seperti danau atau sungai.

"Ini bukan kapal yang seharusnya bersandar di pelabuhan atau digunakan di laut. Pengawasan kelayakan operasionalnya ada pada instansi terkait," jelas Ismunanda.

Kesyahbandaran Kendawangan juga telah memasang tanda berupa lampu di lokasi kejadian untuk menghindari kecelakaan lanjutan.

"Kami memastikan area ini aman dari pelayaran kapal besar, karena jalur tersebut memang hanya dilalui nelayan lokal," tambahnya.

Insiden ini memicu desakan dari berbagai pihak agar pengawasan lebih ketat diterapkan pada pengangkutan muatan di perairan, khususnya untuk mencegah dampak pencemaran lingkungan dan kecelakaan serupa di masa depan.[SK]

Bagikan:
Komentar Anda

Berita Terkini