Lebih dari 150 musisi Inggris menandatangani surat terbuka kepada Perdana Menteri Boris Johnson terkait streaming. (Foto: ilustrasi).
Suara Landak - Dilansir dari VOA, lebih dari 150 artis termasuk Paul McCartney, Chris Martin, Noel Gallagher dan Annie Lennox, menandatangani surat terbuka kepada Perdana Menteri Boris Johnson. Mereka meminta pemerintah Inggris untuk menerapkan sejumlah perubahan terkait cara musisi mendapatkan pembayaran ketika karya musik mereka dinikmati via streaming secara online.
Surat yang dirilis Selasa 20 April 2021 itu juga ditandatangani beberapa artis muda yang mengandalkan layanan streaming untuk penghasilan. Mereka menyampaikan bahwa model bisnis yang digunakan label dan platform rekaman pada dasarnya tidak adil.
"Sudah terlalu lama, platform streaming, label rekaman, dan raksasa internet lainnya telah mengeksploitasi artis dan pencipta lagu tanpa memberikan penghargaan yang adil. Kita harus mengembalikan nilai musik pada tempatnya, di tangan para pembuat musik," sebut pernyataan itu.
"Saat ini para musisi sangat sedikit memperoleh pendapatan dari pertunjukan di panggung. Artis yang paling banyak tampil menerima hanya sebagian kecil per streaming dan musisi yang jarang tampil tidak menerima sepeser pun," tambah pernyataan itu. Sekaligus terungkap bahwa "penulis lagu memperoleh 50 persen dari pendapatan radio, namun hanya 15 persen dari streaming."
Crispin Hunt, Ketua Ivors Academy, salah satu asosiasi profesional terbesar bagi para penulis musik di Eropa, menyatakan model streaming saat ini tidaklah berfungsi sebagaimana mestinya.
"Kira-kira 70 persen dari uang yang dibayarkan lari ke musik yang tidak Anda dengar. Itu merupakan kegagalan pasar, karena prinsip dasar setiap pasar adalah jika pelanggan bertambah, maka pendapatan Anda akan bertambah. Akan tetapi, yang terjadi pada layanan streaming justru sebaliknya. Pemerintah perlu campur tangan agar memastikan mekanisme pasar itu bekerja," Crispin menguraikan.
Kepada kantor berita Associated Press, Sekjen Persatuan Musisi Horace Trubridge menyatakan bahwa nama-nama besar penandatangan surat itu tidak hanya peduli pada pendapatan mereka sendiri melalui layanan streaming.
"Mereka pada dasarnya mengungkapkan, 'Ya, kami berhasil dengan sangat baik dalam industri musik atau tidak buruk sama sekali. Namun kami sangat khawatir pada musisi generasi berikutnya. Bagaimana mereka bisa hidup karena tidak mendapat cukup penghasilan dari layanan streaming dan bagaimana mereka bisa mempertahankan karier?' Apalagi di tengah pandemi," Horace menegaskan.
Komisi yang diseleksi anggota parlemen Inggris bagian Kebudayaan, Media dan Olahraga (DCMS) telah mengumpulkan bukti untuk laporan tentang model streaming. Mereka memperoleh bukti dari pimpinan tiga label besar - Warner Music Group, Sony Music dan Universal dalam penyelidikan tentang model bisnis dan perekonomian streaming musik.
Penyelidik diberitahu oleh beberapa label rekaman bahwa artis pada umumnya merasa senang dengan penghasilan lewat streaming, meski beberapa anggota parlemen tidak setuju.
Surat itu membeberkan "perusahaan multinasional yang memiliki kekuatan luar biasa sehingga menyebabkan para penulis lagu kesulitan."
Trubridge menyatakan pemerintah Inggris memiliki "kesempatan emas" untuk mereformasi undang-undang terkait layanan streaming.
"Dengan Brexit dan pembatalan kontrak tampil secara langsung karena COVID, mereka mengamati bahwa industri dunia hiburan yang menghasilkan 5,8 miliar pounds bagi mereka dan ekonomi, turun drastis. Inilah kesempatan emas bagi pemerintah untuk menyatakan, 'Kami tidak lagi disetir oleh Eropa. Kami dapat mengatur sendiri terkait hak cipta. Mari lakukan ini untuk para artis. Berikan bantuan itu kepada para artis,' karena mereka pantas mendapatkannya. Mereka membutuhkannya dan kita ingin industri musik kita menjadi yang terbaik di dunia. Kita ingin kerangka hak cipta kita menjadi yang terbaik di dunia," Trubridge menjelaskan.
Sumber : VOA