Sebuah bunga yang terbuat dari kertas. (Foto: REUTERS/Thomas Peter)
Suara Landak - Dilansir dari VOA, Roses are red, and in this case they have also been read. Bunga mawar yang terbuat dari halaman-halaman buku lama yang sudah digunakan lagi ini, misalnya saja buku “Pride and Prejudice karya Jane Austen” atau buku-buku puisi cinta lainnya. Bunga-bunga kertas ini dibuat oleh perusahaan sosial “Page & Bloom” yang didirikan dua tahun lalu oleh Rosie Oglesby.
Mantan pekerja sosial itu mendirikan perusahaan tersebut untuk memberi kesempatan kerja pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. Kini Rosie mempekerjakan lima perempuan sebagai bagian dari tim utama dan menawarkan program latihan selama enam minggu bagi 12 lebih perempuan, untuk mengajar mereka ketrampilan berbisnis. “Page & Bloom” bekerja sama erat dengan badan amal penanganan KDRT untuk mengidentifikasi perempuan-perempuan yang membutuhkan pertolongan.
“Kisah semua orang berbeda. Kami memiliki anggota perempuan yang telah mengalami kekerasan fisik dan harus meninggalkan rumah dengan pemberitahuan sangat singkat, seperti melarikan diri dengan hanya bersama anak-anak mereka, tanpa membawa barang apapun; hingga perempuan yang telah melewati kekerasan emosional dan pemaksaan kendali. Banyak perempuan yang bekerja bersama kami saat ini tinggal di tempat-tempat penampungan dan pengungsian," katanya.
"Mereka baru mulai mengambil langkah pertama tentang apa yang harus mereka lakukan selanjutnya, bagaimana membangun kembali kehidupan dan menuju ke suatu hal yang lebih positif," lanjut Rosie.
Roberta – bukan nama sebenarnya – adalah salah seorang perempuan yang kini bekerja di “Page & Bloom.” Ia sudah berhubungan panjang ketika menyadari bahwa hubungan itu tidak sehat. Mantan pasangannya tidak melakukan kekerasan terhadapnya, tetapi sangat menguasainya. Hidup dalam situasi itu selama bertahun-tahun, menggerus kepercayaan diri Roberta dan membuatnya merasa terjebak.
“Saya kira saya lebih buruk dibanding orang-orang lain. Saya merasa semua yang terjadi ini karena kesalahan saya. Saya tidak dapat keluar dari situasi ini. Saya tidak bekerja, jadi ketika sekarang saya melakukan pekerjaan ini, selalu muncul perasaan – apakah saya dapa melakukannya? Saya tidak menyadari bahwa saya mengalami apa yang disebut coercive control atau pemaksaan kendali," paparnya.
Roberta awalnya berjuang untuk mendapatkan layanan lokal yang serius terhadap pelecehan yang dialaminya. Namun ternyata ia berbicara dengan seorang aktivis KDRT yang memastikan bahwa memang yang dialaminya merupakan penganiayaan, dan Roberta mulai mengambil langkah-langkah untuk meninggalkan pasangannya.
Meskipun ia membesarkan anak-anak mereka, secara keuangan Roberta tergantung pada pasangannya. Sehingga uang dan menemukan pekerjaan tampaknya merupakan persoalan besar. Namun kemudian ia menemukan “Page & Bloom.”
Selain menghasilkan uang, pekerjaan itu juga mengubah mentalnya.
“Jadi saya dari sosok yang merasa sangat gugup, apa bisa saya melakukannya... menjadi, apakah saya cukup baik? Lalu saya merasa baik ketika membuat bunga-bunga yang terlihat begitu indah ketika sudah selesai. Saya jadi merasa ada rasa telah mencapai sesuatu. Oh saya yang membuatnya," katanya.
Pendapatan tetap dari “Page & Bloom” dan tunjangan pemerintah akhirnya membuat Roberta bisa menyewa tempat tinggal sendiri.
Namun menurutnya pekerjaannya jauh dari sekedar untuk memperoleh pendapatan. Bekerja bersama perempuan-perempuan yang telah melalui pengalaman serupa menjadi sangat membantu.
“Saya merasa ada perbedaan besar dibanding pekerjaan lain yang mungkin saya dapatkan. Ada begitu banyak percakapan yang kami lakukan sambil minum kopi, atau makan siang. Ada perasaan saling memahami. Tentunya ada kewajiban untuk membuat bunga-bunga kertas ini, memenuhi permintaan dan pekerjaan normal lainnya. Tetapi ada perasaan bahwa kita bisa melakukannya perlahan-lahan," paparnya.
Bunga-bunga dari kertas yang dibuat Roberta dan beberapa perempuan lainnya dijual sekitar $19,40 per kuntum, hingga sekitar $138,40 untuk satu buket bunga mawar.
Bunga-bunga yang terbuat dari kertas ini dapat dibuat sesuai spesifikasi, misalnya dari buku favorit, surat cinta lama atau peta lokasi yang bermakna. Namun banyak karangan bunga yang dibuat dari buku daur ulang yang bersumber dari pesta diskon buku, sumbangan atau stok toko amal yang tidak terjual. Rosie mengatakan ada dua reaksi ketika orang mengetahui ia memotong-motong buku.
“Sebagian orang menyukainya dan menilai jika mereka suka buku maka mereka ingin melihat bunga yang dibuat dari buku itu. Sebagian lainnya merasa ngeri. Jadi kami sangat berhati-hati untuk hanya menggunakan buku yang sudah tidak dapat digunakan untuk hal lain, misalnya buku yang mungkin rusak atau memiliki banyak tanda sehingga tidak laku dijual. Dalam hal ini kami jadi seperti memberi buku-buku itu kehidupan baru. Kami mengubahnya menjadi sesuatu yang indah dan bertahan lama, yang tentunya akan dihargai orang," tuturnya.
Salah satu aliran pendapatan “Page & Bloom” datang dari bunga-bunga yang dipesan untuk pesta perkawinan. Namun pandemi virus corona membuat pesanan bunga-bunga ini anjlok.
Meski demikian mereka kini melihat semakin banyak klien-klien korporat yang menginginkan bunga yang bertahan lebih lama dibanding buket bunga segar, sementara hanya sedikit orang yang bekerja di kantor. Perubahan lain yang dibawa pandemi adalah tuntutan layanan penanganan KDRT.
“Saat ini semua hal menjadi jauh lebih berat. Kita tahu ada lebih banyak perempuan yang membutuhkan akses penanganan KDRT pada masa pandemi ini. Tekanan pada orang-orang meningkat, dan juga tekanan terhadap layanan KDRT itu sendiri," kata Rosie.
"Ada begitu banyak tuntutan untuk mendapatkan layanan itu, sementara pemberi layanan juga berjuang keras memenuhi permintaan tersebut. Jadi kami pikir sangat penting untuk membantu orang-orang yang membutuhkan layanan itu untuk pindah ke lokasi pengungsian, berupaya mendapatkan pekerjaan dan pindah ke tempat tinggal tetap sehingga tempat mereka di tempat penampungan ini dapat diisi orang lain yang baru pada hubungan tahap awal," tambahnya.
Polisi di Inggris dan Wales mencatat lebih dari 259 ribu pelanggaran terkait KDRT antara bulan Maret-Juni 2020. Ini meningkat tujuh persen dibanding periode yang sama tahun 2019, tetapi angka ini terus meningkat beberapa tahun belakangan ini sehingga tidak bisa dikaitkan semata-mata karena kebijakan lockdown terkait pandemi.
Kelompok amal “Women's Aid” mencatat peningkatan tuntutan layanan KDRT pada masa lockdown pertama di Inggris, antara bulan Maret-Mei 2020, di mana jumlah tempat untuk menampung korban KDRT ini turun hingga separuhnya dibanding periode yang sama tahun 2019.
Sumber : VOA